SEJARAH PERSIB

Minggu, 28 Februari 2010
Sebelum bernama Persib, di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB) pada sekitar tahun 1923. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot.

Atot ini pulalah yang tercatat sebagai Komisaris daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega didepan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan diluar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara Jakarta.

Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (Persebaya), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1933 meski kalah dari VIJ Jakarta.

BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub- klub yang bergabung kedalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.

Persib kembali masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1934, dan kembali kalah dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian Persib kembali masuk final dan menderita kekalahan dari Persis Solo. Baru pada tahun 1937, Persib berhasil menjadi juara kompetisi setelah di final membalas kekalahan atas Persis.

Di Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang- orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken (VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah- olah Persib merupakan perkumpulan "kelas dua". VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan- pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib dilakukan di pinggiran Bandung—ketika itu—seperti Tegallega dan Ciroyom. Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang didalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan di pusat kota, UNI dan SIDOLIG.

Persib memenangkan "perang dingin" dan menjadi perkumpulan sepakbola satu-satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Klub-klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNI dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO (sempat berganti menjadi PSBS sebagai suatu strategi) kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG (kini Stadion Persib), dan Lapangan SPARTA (kini Stadion Siliwangi). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung.

Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Kegiatan persepakbolaan yang dinaungi organisasi lam dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga di seluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai.

Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.

Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar di berbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta. Pada masa itu prajurit-prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta.

Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda (NICA) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi.

Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, decade 1950-an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953-1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah-pindah sekretariat. Walikota Bandung saat itu R. Enoch, membangun Sekretariat Persib di Cilentah. Sebelum akhirnya atas upaya R. Soendoro, Persib berhasil memiliki sekretariat Persib yang sampai sekarang berada di Jalan Gurame.

Pada masa itu, reputasi Persib sebagai salah satu jawara kompetisi perserikatan mulai dibangun. Selama kompetisi perserikatan, Persib tercatat pernah menjadi juara sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1961, 1986, 1990, dan pada kompetisi terakhir pada tahun 1994. Selain itu Persib berhasil menjadi tim peringkat kedua pada tahun 1950, 1959, 1966, 1983, dan 1985.

Keperkasaan tim Persib yang dikomandoi Robby Darwis pada kompetisi perserikatan terakhir terus berlanjut dengan keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia pertama pada tahun 1995. Persib yang saat itu tidak diperkuat pemain asing berhasil menembus dominasi tim tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. Persib akhirnya tampil menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra melalui gol yang diciptakan oleh Sutiono Lamso pada menit ke-76.

Sayangnya setelah juara, prestasi Persib cenderung menurun. Puncaknya terjadi saat mereka hampir saja terdegradasi ke Divisi I pada tahun 2003. Beruntung, melalui drama babak playoff, tim berkostum biru-biru ini berhasil bertahan di Divisi Utama.

Sebagai tim yang dikenal tangguh, Persib juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi penyumbang pemain ke tim nasional baik yunior maupun senior. Sederet nama seperti Risnandar Soendoro, Nandar Iskandar, Adeng Hudaya, Heri Kiswanto, Adjat Sudradjat, Yusuf Bachtiar, Dadang Kurnia, Robby Darwis, Budiman, Nuralim, Yaris Riyadi hingga generasi Erik Setiawan merupakan sebagian pemain timnas hasil binaan Persib. Read More...

BOBOTOH JANGAN BUNUH PERSIB

DALAM sejarah sepak bola kita, Persib Maung Bandung merupakan pilar penting. Tanpa Persib, kompetisi umpama sayur tanpa garam, hambar dan tak enak lah. Fenomena itu sangat terasa di Liga Super Indonesia (LSI) yang kini berlangsung. Persib merupakan salah satu tim yang dinanti-nanti penampilannya, bukan cuma oleh bobotoh (pendukung setia Persib), tetapi juga penggemar sepak bola umumnya.

Kecintaan warga Bandung pada Persib terbukti dari penonton yang datang ke Stadion Siliwangi. Dipastikan stadion padat-luber, meski Persib bertanding lawan tim kurang terkenal. Jika lawan tim papan atas, misal Persija Jakarta, PSIS Semarang, atau Sriwijaya FC Palembang, praktis stadion tak bisa menampung animo penonton. Padahal, tiket tanda masuknya paling mahal dibandingkan dengan stadion lain.

Saya termasuk orang yang langsung melihat dari dekat soal animo penonton ini, sejak liga digelar mulai tahun 1995. Tercatat, Persib adalah tim paling sukses menarik penonton ke stadion. Bukan saja jumlahnya, juga karakter penontonnya, dari anak-anak hingga orang dewasa, hebatnya dari semua lapisan. Persib pulalah yang mampu menyedot paling banyak para neng geulis datang ke stadion.

Soal kesenangan menonton Persib, juga terbukti dari riset televisi. Tatkala melawan Persija pekan lalu, misalnya, 70% penonton televisi di Bandung menonton pertandingan yang menarik itu. Jumlah itu rekor, tak pernah terjadi sebelumnya. Rupanya, bagi warga Bandung, pesona Persib jauh mengalahkan daya pikat sinetron atau program musik variety show yang melibatkan grup band terkenal.

Barangkali karena “kegilaan” itu, bobotoh Persib kurang mengontrol emosi dan terkadang suka kelewat batas memberi dukungan. Mereka, sepertinya ingin Persib main bagus dan menang terus. Harapan itu lumrah. Dimana-mana, setiap fans ingin tim kesayangannya melumat lawan. Kemenangan menjadi tujuan utama, hasil imbang tidak boleh terjadi, dan kekalahan hasil paling dibenci.

Tetapi apa mau dikata, dalam sepak bola tidak selalu bisa menang. Yang penting, hasil tersebut sudah merupakan usaha maksimal. Kalau tim kesayangan kita sudah tampil habis-habisan tapi kalah, dukungan harus tetap diberikan. Kekalahan dalam sebuah kompetisi yang panjang seperti di LSI ini bukan berarti kiamat.

Lihatlah kompetisi Inggris musim lalu. Klub elite Manchester United, yang bertaburan bintang, dipecundangi oleh Manchester City di awal kompetisi. Pendukung setia “Setan Merah” kecewa berat. Akan tetapi, saat media memaki-maki kekalahan itu mereka justru membela habis-habisan klub kesayangannya. Pelatih Alex Ferguson berkata, “Biarlah media membenci kami, yang penting para pendukung tetap setia dan mencintai kami.” Kita sama-sama tahu, akhirnya Manchester United merebut gelar juara.

Pendukung, memang pilar penting bagi pencarian prestasi. Kesetiaan, kecintaan, dan kepercayaan suporter adalah kekuatan kedua belas. Dengan suporter yang terus memberikan semangat sepanjang pertandingan, tim bisa tampil hebat melebihi kekuatan aslinya, sementara tim lawan bisa kehilangan nyali. Tetapi sebaliknya, bila suporter menjadi musuh dalam selimut, celaka untuk kesebelasan itu.

Inilah yang dicemaskan dari bobotoh Persib, yang terlalu cepat emosional terhadap Maung Bandung. Kekalahan melawan Persija, pekan lalu, baru terjadi di partai kedua dari 34 partai laga. Sekadar mengingatkan, janganlah kekalahan itu menjadi patokan, kemudian membenci Persib.

Jangan terulang lagi kejadian di musim lalu. Persib justru gemetar bermain di depan pendukung sendiri. Akibatnya, setiap tampil di Stadion Siliwangi Persib jutru menuai kekalahan. Ironisnya, bila tampil di kandang lawan, pemain Persib justru tenang tapi menakutkan dan meraih kemenangan.

Begitulah, bobotoh jangan membunuh diri sendiri (baca: Persib). Dukung dan cintailah Persib, dalam keadaan senang maupun susah. Ini juga berlaku untuk para pengurus agar tak cepat panik menerima kekalahan. Pernyataan Anda ke media harus dikontrol, jangan sampai “membunuh” mental pemain maupun pelatih. Justru pada saat seperti itu mereka harus dirangkul. Sekali lagi, perjalanan masih panjang, Kang!

Bagi saya tim Persib sekarang menakutkan, lebih tangguh dari tim Persib sebelumnya. Mereka punya materi pemain berkualitas di semua lini. Di belakang ada duet palang pintu, Nyeck Nyobe dan Nova Arianto, yang tak hanya tangguh bertahan, juga punya insting bagus dalam mencetak gol. Maklum saja “Si Suster Ngesot” Nova, sebelumnya adalah seorang striker.

Di lini tengah, yang merupakan dapur permainan, ada duet Eka Ramdhani dan Lorenzo Cabanas, yang memiliki ball-skill di atas rata-rata. Keduanya lihai membangun serangan melalui umpan terukur. Dan keduanya juga ahli dalam menendang bola-bola mati untuk dijadikan gol. Dibantu gelandang worker, Suwita Pata atau Haryono, yang berperan membantu pertahanan, tak ayal lini tengah Persib oke punya.

Di lini depan, Persib punya trisula maut, Zainal Arif-Hilton-Rafael Bastos. Ketiganya striker petarung, bukan penyerang oportunis yang cuma bisa memanfaatkan kesalahan lawan. Mereka sudah membuktikan kehebatannya sebagai bomber di dua pertandingan awal. Dan jangan lupa, Persib punya Jaya Hartono, pelatih jago strategi, bertangan dingin, dan punya lisensi sebagai pelatih juara.

Penulis, pengamat sepak bola, tinggal di Jakarta. (sumber : Pikiran-rakyat) Read More...

Budi Sudarsono Ke Arema ?

Selasa, 23 Februari 2010

Isu perpindahan pemain kali ini kembali berhembus di skuad Persib Bandung. Kali ini, pemain yang diisukan akan hengkang adalah penyerang tim nasional Indonesia, Budi Sudarsono. Pemimpin klasemen, Arema Malang dikabarkan tengah menunggu kedatangan pemain kelahiran 19 September 1979 ini.

Seperti yang diberitakan ongisnade.net, Budi Sudarsono diberitakan dibarter dengan penjaga gawang Arema yang kini menjadi penjaga gawang Persib, Markus Haris Maulana. Situs tersebut menyebutkan bahwa kepastian transfer Budi Sudarsono harus menunggu deadline pendaftaran pemain di putaran kedua Liga Super Indonesia 2009/10, yakni tanggal 28 Februari mendatang.


Manajemen Persib sendiri belum mengeluarkan statemen resmi mengenai kepastian perpindahan Budi, proses, dan alasannya. Namun, apapun yang terjadi, diharapkan proses ini tidak mengurangi kekuatan dan performa Persib di putaran II Liga Super Indonesia ini.

Persib sendiri sampai saat ini masih mencari seorang pemain untuk mengisi posisi sayap melapisi Gilang Angga dan Atep.


Read More...

Persib Mengincar Seorang Pemain Lokal

Kepada para wartawan termasuk simamaung.com pasca kemenangan Persib atas Persisam 2-0, Sabtu 20 Februari 2010, Manajer tim Persib Bandung, Umuh Muhtar juga mengucapkan terima kasih atas dukungan bobotoh yang sudah tidak menyanyikan lagu rasis lagi.

Umuh Muhtar Persib vs Persisam 2009/2010

“Terimaksih kepada bobotoh yang sudah tidak menyanyikan lagu rasis lagi. Walaupun masih ada pelemparan dan petasan, Saya rasa masih dalam batas2 toleransi,” ujar Umuh.

Mengenai pertandingan sendiri, Manajer Persib ini mengatakan bahwa penampilan Munadi dan Edi Hafid sangat bagus. Umuh berpendapat, hal tersebut membuktikan bahwa walaupun jarang main, mereka dapat menunjukan penampilan yang tidak kalah bagusnya dengan pemain yg sering main

Menutup pembicaraannya, Umuh yang juga direktur PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB) ini mengatakan bahwa Persib tengah mengincar seorang pemain lokal sebagai back up Gilang Angga. Namun Umuh masih merahasiakan nama pemain tersebut. Sedangkan untuk satu jatah pemain asing, Persib masih melihat-lihat.

Read More...